(Kredit foto: Josh Felise)
“I think the hardest part of losing someone, isn’t having to say goodbye, but rather learning to live without them. Always trying to fill the void, the emptiness that’s left inside your heart when they go.”
“I think the hardest part of losing someone, isn’t having to say goodbye, but rather learning to live without them. Always trying to fill the void, the emptiness that’s left inside your heart when they go.”
–Unknown--
Hi,
talking about ‘losing someone’ (re: parent who already passed away), do you ever tried to fill the emptiness that’s
left inside your heart? If you do, what is your best thing to do?
I
have two things to do. First, I keep learning to live without them. Second, I
give my live to my family who still "beside" me. And today, I would like to tell you
the second one. About giving my live to my family.
****
“Akhirnya aku tahu Mamaku sakit apa. Tadi aku habis nganterin ke rumah
sakit.”
Dua minggu yang lalu,
kalimat tersebut dilontarkan teman saya secara tiba-tiba. Sejujurnya, saya
cukup terkejut ketika dia dengan begitu santainya membuka pembicaraan mengenai penyakit
Ibunya. Namun, saat itu saya hanya diam dan mendengarkan dia yang sedang bercerita
dengan tenang. Dia bahkan sesekali masih tertawa kecil untuk beberapa hal yang
dianggapnya layak untuk ditertawakan. Melihat caranya bercerita, tiba-tiba ingatan saya langsung berjalan
mundur pada kejadian 8 tahun yang lalu, ketika Mama saya divonis penyakit yang
hampir sama.
Saat itu saya hanya tinggal berdua dengan Mama saya karena kakak pertama
saya kuliah di Jogja sementara kakak kedua saya sekolah di Amerika. Singkat cerita Mama
saya memberi tahu tentang sakitnya pada malam hari. Paginya beliau harus segera
operasi di luar kota dan saya tidak boleh ikut karena harus bersekolah. Sampai di
sekolah, temen-teman dekat saya bertanya ada apa karena menurut mereka saat itu
saya sedikit berbeda. But at that time, I
said I'm okay. Of course I
told them about my Mama’s surgery, but I said I’m okay.
Karena ketika itu saya akan menghadapi UN SMP
dan pengobatannya Mama berada di Madiun, jadi saya tinggal di rumah Ponorogo sendiri
untuk beberapa waktu. Di waktu tertentu, saya pergi ke Madiun menggunakan bus
dan langsung turun tepat di depan Rumah Sakit tempat Mama saya dirawat.
Ketika itu banyak teman-teman, tetangga dan beberapa guru di sekolah yang khawatir dengan keadaan saya. Secara konstan, mereka menayakan keadaan saya. But
at that time, I told them I'm okay.
Sejujurnya, waktu itu saya sebenarnya tidak
baik-baik saja. Tapi karena saya tidak suka ditanya banyak hal serta tidak
nyaman dikasihani, saya selalu bilang kalau saya baik-baik saja. Dan, itulah yang
saya lihat dari teman saya ketika dia bercerita tentang Ibunya. Sekalipun dia bercerita
dengan tenang dan santai, saya tahu itulah cara dia untuk membuat
teman-temannya tidak ikut khawatir.
Dan pada akhirnya, kemarin, Allah memilih untuk ngambil Ibunya.
Sementara teman saya, masih dengan gaya tenang dan santainya, bilang bahwa dia sudah
ikhlas. Ikhlas untuk melepaskan Ibunya. Ikhlas untuk berhenti mengejar mimpinya bekerja di luar Jawa demi hidup dekat dengan keluarga dan makam Ibunya.
It was so hurt breaking, really :"))
Because I know her. More than that,
because I feel her. Semua, yang dia ceritakan mulai dari kejadiannya, cara
dia bercerita tentang masalahnya, dan cara dia bilang bahwa dia baik-baik saja,
membuat saya terenyuh. I see the old me
in her eyes, bahwa pada kenyataannya semua tidak baik-baik saja.
Sejak Papa saya meninggal 13 tahun yang lalu
dan sejak Mama saya juga nyaris menyerah dengan penyakitnya 8 tahun yang lalu,
saya jadi bisa merasakan perasaan orang-orang terdekat saya yang sedang mengalami
hal yang sama. I know how heartbreaking
it is. I know how hard to handle the pain.
Jadi, buat kalian, yang masih memiliki orang tua lengkap dan sehat wal afiat, jangan sungkan untuk menunjukkan perhatian dan
kasih sayang kalian kepada mereka. Kita tidak ada yang tahu sampai
kapan akan diberi kesempatan untuk berbakti dan menikmati waktu bersama orang tua.
Menyesal selalu datang belakangan. Dan untuk kalian, yang mungkin
pernah menganggap cemen dan mental tempe orang-orang yang tidak bisa tinggal
terlalu jauh dari keluarganya, jangan berfikir negatif dulu. Siapa tahu
orangtuanya tinggal satu dan uang serta kesuksesan tidak bisa membeli
kebahagiaannya yaitu hidup dekat dengan keluarga.