Berjalan diatas sirkuitMu memang
tidak pernah mudah
Mengikuti alur panjangMu memang
begitu lelah
Namun, Bukankah Engkau senantiasa
menyulitkan hambaMu yang sangat Engkau cintai Ya Rabb?
Aku tidak pernah menyesal menerpa
badai yang senantiasa Kau siapkan
Aku, tidak pernah menyesal memilih
puncak tertinggi dalam pendakian
Dan kalaupun memang, pada
pertangahan
Kau butakan arahku dan memilihkan
jalur yang jauh dari puncak impian
Sungguh, aku tidak akan menyesal
pernah memilih puncak itu
Atau menyesal tidak meraih puncak
itu
Karena aku percaya,
Puncak yang Kau persembahkan jauh
lebih indah dari puncak yang senantiasa kuimpikan
*****
M
|
impi. Saya bahkan harus
menghela nafas sekian detik sebelum membicarakannya secara panjang lebar.
Bukan, saya bukan salah satu dari jutaan orang yang telah berhasil berdiri
diatas mimpi besar yang terwujud secara gamblang. Saya, hanyalah sejumput
pemimpi besar yang masih tertatih bersama ‘maha’ angannya.
Sangat
basa-basi. Saya tahu. Tapi saya hanya ingin membagikan sedikit cerita bagi
kalian. Kalian yang mungkin tidak percaya pada mimpi, kalian yang mungkin
terlalu percaya pada keberuntungan, atau kalian yang bahkan mulai lelah meraih
mimpi yang tidak jua terwujud. Dan se klise
apapun kisah saya, semoga bermanfaat. Sekecil apapun itu….
*****
Kata orang, menulis itu merapikan
kenangan…
27 Mei, 2014. Pukul
12.00 WIB.
Merah.
Pengumumannya berwarna merah. Saya tertegun. Log out, log in lagi. Log out, Log
in lagi. Merah, masih merah. Saya tidak lolos SNMPTN 2014?? Mimpi??? Apakah
saya bermimpi?? Selama 15 menit, saya terdiam. Mencerna baik-baik apa arti kata
‘TIDAK LOLOS’. Hingga akhirnya, saya benar-benar mengerti. Dan seketika itu
juga, saya menangis sejadi-jadinya. Siang itu, adalah tamparan yang nyata
didalam hidup saya. Tamparan yang membuat saya perlahan bangun dari tidur
panjang saya…
*****
Dan
semua berputar mundur ketahun 2012. Tahun dimana saya mulai menemukan mimpi
baru bernama “Lolos Undangan (SNMPTN) 2014” . Dilanjutkan ditahun 2013, saya
memperlengkap mimpi saya dengan embel-embel “Lolos Undangan (SNMPTN) 2014 Ilmu
Komunikasi UGM”. Sejak saat itu, hidup saya terpatri disana. Apapun saya
lakukan untuk meraihnya. Ada yang bilang, salah satu hal yang mempermudah lolos
Undangan adalah memiliki Piagam Kejuaran Lomba. Dan ya, entah setan darimana
yang mampu menghipnotis saya. Sejak menginjakkan kaki di Gedung berlabel ‘SMA’,
tujuan saya terpatri disatu titik. Menjuarai berbagai macam lomba. Dan kisah
tertatih itupun dimulai.
Dimulai
di awal tahun 2012, berlanjut diakhir tahun 2012. Semakin banyak terjadi baik
diawal hingga akhir tahun 2013. Dan ya, seperti kesetanan darimana saya pun
tidak tahu, secara bersamaan di awal tahun 2013 hingga pertengahan tahun 2014
saya semakin menggilai belajar untuk beralih mengejar rengking parallel agar
saya bisa memenuhi persyaratan dalam mendapat beasiswa saat kuliah nanti. Dan
semuanya seperti berlalu begitu cepat. Hari-hari saya hanya diisi dengan lomba
dan lomba selama tahun 2012 hingga 2013. Dan ditahun 2014 saya semakin memenuhi
obsesi-obsesi saya pada rentetan rengking parallel. Sungguh, justru saya baru
menyadari betapa melelahkannya masa SMA saya saat semuanya sudah berakhir. Saya
bahkan melupakan passion saya pada
Organisasi, Kepanitiaan, Event-event
sekolah dan apapun itu yang berbau non pendidikan. Saya terlanjur dibutakan
pada satu titik, “SNMPTN Ilmu Komunikasi UGM 2014”.
Memang,
memang saya berhasil menjuarai beberapa lomba. Dan ada juga yang kalah
tentunya. Saya juga berhasil mempertahankan rengking 5 besar saya dikelas
hingga semester 5. Saya juga berhasil masuk dalam 10 besar parallel sekolah.
Ya, saya dapat. Dan mungkin itulah awal rasa sakit yang teramat dalam itu
berasal…
“If it wasn’t written for you, it
never belonged to you, so don’t be upset when it doesn’t come to you”-unknown
Sungguh,
saya tidak pernah sekalipun berfikir bahwa saya akan lolos SNMPTN 2014 karena
saya pintar, atau karena saya memiliki beberapa Piagam Kejuaran Lomba, atau
bahkan karena saya masuk parallel atau apapun yang sejenisnya. Sungguh tidak,
kalau ada seseorang yang berfikir saya seperti itu sungguh itu tidak benar!
Saya
tidak pintar. Saya benar-benar mengakui itu. Dan itulah alasan saya mengapa
saya belajar mati-matian sampai bahkan tidak tidur hanya demi membuat catatan
agar saya bisa lebih mudah mengerti segala materi. Saya menyadari teman-teman
sekelas saya adalah murid-murid luar biasa yang bahkan tanpa belajar
mati-matian pun mereka bisa dengan mudahnya mendapat nilai diatas saya. Jadi saya
tidak mau tertinggal. Saya harus berjuang lebih dari mereka, meskipun pada
akhirnya saya tahu. Kemampuan saya memang masih jauh dibawah mereka.
Tapi
saya percaya pada usaha. Saya percaya pada kerja keras. Saya percaya pada kuasa
Tuhan. Bahwa Dia, akan memberikan apapun sesuai dengan apa yang umatnya
perjuangkan. Dan ya, itulah alasan saya mengapa saya sulit mempercayai bahwa
saya tidak lolos SNMPTN 2014. Sungguh, bukan karena saya berfikir saya murid
paling pintar, tapi karena saya berfikir Tuhan itu adil, Tuhan pasti melihat
usaha saya, Tuhan pasti akan mewujudkan mimpi saya.
Tapi
ternyata apa?
Tuhan
berkata lain. Dia menjatuhkan dinding terkokoh saya. Meleburkan segala
kepercayaan saya. Meruntuhkan pertahanan diri saya…
Dan
ya, semua terlihat semakin menyakitkan setelah saya beralih menatap sekitar.
Betapa banyak orang-orang yang saya kenal baik, tanpa melakukan hal sebesar
usaha saya bisa meraih mimpi mereka dengan mudahnya. Saya semakin
bertanya-tanya. What the meaning of life?
Why me? Again? Dan belasan pertanyaan lain yang semakin mengaburkan mata
hati saya.
“Don’t wonder why Allah doesn’t
grant all our wishes immediately, but rather give thanks that He doesn’t punish
us immediately for all our mistakes.”-Unknown
Butuh
waktu lama untuk memahami apa sebenarnya arti dari kerja keras, tawakal dan ikhlas.
Maka disaat teman-teman saya sudah mulai bergumul dengan materi dan soal-soal
SBMPTN saya justru sibuk berselancar kedunia maya sekedar mencari pembenaran.
Pembenaran pada jalan fikiran saya, pada rasa kecewa saya, pada sakit hati saya
dan pada apapun yang membuat saya terpuruk dalam beberapa minggu. Saya bahkan
sampai merasakan titik jengah untuk kembali belajar dan bergumul pada materi
SBMPTN. Saya bahkan terlampau banyak mengahbiskan sisa-sisa waktu krusial saya
dengan hanya memandangi materi tersebut tanpa bergerak lebih jauh. Saya tidak
mengambil les tambahan. Dan saya hanya disibukkan dengan pencarian ‘pembenaran’
yang bahkan nyaris membuat saya gila karena tidak jua menemukan titik akhir.
Hingga suatu ketika, saya hanya mampu tergugu disetiap sholat saya. Saya adukan
segala pada-Nya. Saya tangiskan segala kerapuhan saya pada-Nya. Hingga
perlahan, semangat saya kembali muncul meski tidak sebesar sebelumya.
Selesai.
Rangkaian Tes bedebah itu selesai. Saya kembali kekota asal saya. Menanti
keputusan final itu keluar. Setiap sholat, tak henti-hentinya saya meminta agar
apapun keputusan-Nya nanti, mampu saya terima dengan ikhlas. Dan ya, semakin
hari perasan saya tidak tenang. Bukan takut tidak lolos. Saya hanya takut bahwa
untuk kesekian kalinya, mimpi saya tidak sama dengan apa yang Tuhan inginkan.
Maka mulai detik itu juga, saya mengangganti do’a saya dengan meminta
diikhlaskan atas segala keputusan-Nya.
8
Hari sebelum pengumuman SBMPTN, saya mengalami infeksi pencernaan. Hal ini
memaksa saya terbaring ditempat tidur selama hampir 10 hari lamanya. Selama
itu, saya tidak bisa melakukan apa-apa. Suhu saya mencapai 39 derajat celcius,
tekanan darah saya hanya 90 dan trombosit saya hanya mencapai 122. Sungguh
keadaan itu membuat saya tersiksa setengah mati. Saya sulit bergerak, saya
sulit tidur dan bahkan saya sulit bernafas. Dalam kesakitan itu, saya hanya
sibuk berfikir tentang kemunginan-kemungkinan terburuk atas hasil SBMPTN saya.
Dari 3 jurusan yang tersedia, saya hanya memilih 1 jurusan dan sisanya Mama
saya yang memilihkan. Bukan karena apa-apa, karena saya hanya ingin Komunikasi
UGM dan ternyata Mama saya menginkan saya menjadi seorang Guru. Guru Sejarah.
Dan ya, selama itu saya hanya berdo’a semoga Tuhan meridhoi mimpi saya, bukan
mimpi Mama saya.
Dan
hari pengumuman pun tiba. Saya masih sakit dan saya sama sekali tidak berminat
untuk membukanya. Jadilah kakak kedua saya yang sibuk menghidupkan laptop, menanyakan
nomor pendaftaran saya dan bahkan yang membuka pengumuman saya. Sedangkan
perasaan saya tidak enak, saya hanya tidur dan bahkan sama sekali tidak berminat
untuk melirik hasilnya. Dan perasaan saya semakin tidak enak ketika dia
tersenyum dan menarik tangan saya agar bangun sebentar dan melirik hasilnya.
Hasilnya
apa?
Saya
hanya bisa menghela nafas panjang, lemas. Ya, apa yang saya takutkan terjadi.
Ketakutan yang lebih dibanding kemungkinan saya tidak lolos SBMPTN. Tapi mau bagaimana
lagi? Do’a seorang ibu memang tidak ada duanya. Saya diterima di UNY jurusan
Pendidikan Sejarah. Persis seperti mimpi Mama saya selama ini. Saya hanya
terdiam, ingin menangis tapi tidak bisa. Karena apa? Karena Mama saya langsung
datang, membaca hasilnya dan seketika itu juga beliau memeluk saya, menciumi
saya mengatakan bahwa beliau begitu bahagia. Dan
ya, saya sampai tidak bisa menangis melihat Mama saya begitu bahagianya.
“But perhaps, you hate a thing and
it is good for you. And perhaps you love a thing and is bad for you. Allah
knows while you know not”-Quran 2:216
Saya
selalu meyakinkan diri saya sendiri bahwa saya bisa ikhlas, bahwa saya
baik-baik saja. Tapi apa? Ikhlas tidak semudah itu, saya masih teramat kecewa.
2 kali saya bersekolah disekolah yang bukan impian saya, 6 tahun saya berada
disekolah yang bukan tujuan saya. Dan sekarang, sekali lagi saya diterima di
Universitas dan Jurusan yang sama sekali bukan impian saya. 4 Tahun saya akan
berada ditempat yang tidak sesuai dengan passion
saya. Jika ditotal, 10 tahun saya hidup dilingkungan yang bukan impian saya.
SMP, SMA dan sekarang akan bertambah Kuliah? Sungguh, membayangkannya saja
membuat kepala saya pening setengah mati.
Saya
tidak pernah mudah mencari sekolah, selalu saja saya harus berjuang keras demi
mendapatkan apa yang saya cita-citakan. 2 kali saya mengalaminya dan sekarang
bertambah menjadi 3 kali. 3 kali saya berjuang mati-matian dan 3 kali pula saya
dijatuhkan dengan kenyataan yang jauh dari impian saya.
Saya
selalu berkata pada diri saya bahwa saya akan baik-baik saja. Bahwa saya akan
bisa melewatinya, bahwa saya sudah terbiasa mengalaminya dan bahwa kapanpun
itu, hikmah yang begitu luar biasa pasti ada dibalik semuanya.
Tapi
saya sadar, saya hanya manusia biasa. Saya masihlah seorang remaja yang terus
menata ritme nafasnya secara horizontal. Saya tahu, bahwa belajar sabar dan
ikhlas tidak pernah ada habisnya….
Hingga
saya berhasil berada disatu titik. Titik dimana saya mulai membuka hati saya
untuk sebuah ‘penerimaan’. Dan perlahan saya sadar, bahwa ‘pembenaran’ yang
saya cari selama ini tidak akan membuat saya menemukan jawaban. Justru hanya
menjadikan boomerang bagi saya untuk mendustakan
segala nikmat tersembunyi-Nya yang memang diperuntukkan bagi saya.
Dan
saya mulai melihat segalanya secara lebih dekat…
“Daun yang jatuh tak pernah
membenci angin, dia membiarkan dirinya jatuh begitu saja. Tak melawan,
mengikhlaskan semuanya. Bahwa hidup harus menerima, penerimaan yang indah.
Bahwa hidup harus mengerti, pengertian yang benar. Bahwa hidup harus memahami,
pemahaman yang tulus. Tak peduli lewat apa penerimaan, pengertian, pemahaman
itu datang. Tak masalah meski lewat kejadian yang sedih dan menyakitkan.
Biarkan dia jatuh sebagaimana mestinya. Biarkan angin merengkuhnya, membawanya
pergi entah kemana” Kutipan novel Tere Liye ‘Daun Yang Jatuh Tidak Pernah
Membenci Angin’.
Saya
memang percaya bahwa sebesar apapun mimpi itu, dengan kerja keras pasti semua akan
terwujud. Tapi ternyata ada yang luput dari kesadaran saya. Bahwa saya terlalu
dibisukan dengan ‘positif thinking’
yang sudah mulai membaur dengan ‘kesombongan’, sudah dibutakan dengan
‘kepercayaan’ yang sudah mulai mencair bersama ‘keangkuhan’. Hingga akhirnya
saya sampai lupa, bahwa sejatinya semua yang berlebih baik itu usaha, positif thinking, kepercayaan tidaklah ada yang
baik. Karena sesungguhnya, Tuhan tidak suka dengan hal yang berlebihan…
Dan
apabila kita mau melihat segalanya secara lebih dekat….
“Tidak semua orang mendapatkan
pilihan pertama dalam hidup ini. Tapi kita bisa hidup sama bahagianya dengan
mereka. Meski hanya mendapat pilihan kedua, ketiga atau bahkan keseratus-satu”
Tere Liye
Di
SMPN 6 Ponorogo, sekolah yang sama sekali bukan impian saya, adalah sekolah
yang menemukan bakat Story Telling saya pertama kali, yang mengajarkan saya
berorganisasi, yang membentuk saya memiliki jiwa pemimpin, yang menuntun saya
menjadi pribadi yang serba bisa, yang mengajarkan saya apa arti kekeluargaan,
apa arti persahabatan, apa arti ketulusan dan apa arti kesederhaan. Bagaimanapun
juga, harus saya akui bahwa pada akhirnya, saya sangat-sangat mencintai sekolah
yang bahkan tidak pernah saya mimpikan sebelumnya…
SMAN
3 Madiun. Mungkin, bagi sebagian siswa, SMAN 3 Madiun adalah sekolah mewah
impian. Tapi tidak dengan saya. Saya yang terbiasa berada dilingkungan sekolah yang
sederhana dan cenderung kekeluargaan sangat takut berada didalamnya. Saya takut
dipandang sebelah mata dan saya takut tidak diakui. Namun, pada akhirnya saya
terlempar juga disekolah yang saya hindari selama ini. Dan apa yang terjadi?
Akhirnya harus saya akui juga, bahwa sekolah saya lah yang membentuk saya menjadi
pribadi yang lebih kuat. Pribadi yang lebih percaya diri berhadapan dengan
orang banyak, yang membuat Story Telling saya semakin menapak kearah yang lebih
tinggi dan yang terpenting, sekolah yang membuat saya lebih mengerti apa arti
kerja keras yang sesungguhnya. Apakah saya tidak diterima disana? Jawabannya
tidak. Saya bahkan banyak menemukan kesederhanaan dibalik keistimewaan dan
kemampuan mereka. Dan ya, harus saya akui juga. Bahwa saya tidak menyesal
pernah bersekolah ditempat ini, SMAN 3 Madiun.
Universitas
Negri Yogyakarta Jurusan Pendidikan Sejarah? Apa yang akan terjadi pada
kehidupan saya 4 tahun kedepan? Dan saya memilih untuk berhenti bertanya. Saya
percaya, kapanpun itu Tuhan akan menuntun saya menemukan hikmah yang luar biasa
dibalik semuanya. Entah itu cepat atau lambat, saya memilih untuk
mempercayai-Nya, bahwa kerja keras tidak ada yang sia-sia….
Tentang
mimpi saya, sungguh sampai sekarang pun saya masih menginkan Komunikasi UGM.
Tapi bagaimana kelanjutan mimpi saya, biarlah Tuhan yang mengaturnya. Saya
hanya mampu berjalan, berusaha dan tertatih pada alur scenario-Nya.
Dan
percayalah kawan, TIDAK ADA MIMPI YANG TIDAK TERWUJUD. Yang ada, hanyalah KEPUTUSAN
TUHAN YANG BERWUJUD DALAM BENTUK LAIN. Sungguh, keputusan Tuhan, itulah
keputusan terbaik dari do’a-do’a yang senantiasa kalian panjatkan. Gagal
setelah berusaha mati-matian bukanlah hal yang patut disesalkan. Karena percayalah,
kapanpun itu, AKAN ADA HAL YANG LEBIH BAIK DARI PADA HAL YANG SELALU KALIAN IMPIKAN.
Sungguh, percayalah. Tuhan tidak pernah salah dalam memilihkan takdir kalian…
Bagi
mereka yang terlihat tidak berusaha keras tapi bisa mendapatkan apa yang mereka
inginkan secara mudah?
Biarkan
urusan itu menjadi urusannya dengan Tuhan. Putarlah fikiran kalian dan alihkan
segala fokus tersebut pada hal yang lebih berguna bagi hidup kita
masing-masing. Sungguh, tidak ada gunanya memikirkan hal seperti itu. Justru
hanya sakit yang mungkin bisa berubah jadi dengki yang akan kalian rasakan.
Ingatlah kawan, that…
ONE
DAY, You will wake up and thank to Allah for your unanswered prayers.