Wednesday, August 31, 2016

People Change. Memories don't.




Apakah kau mensyukuri hidupmu?
Apakah kau ingin menukar hidupmu dengan yang lain?
Atau apakah kau ingin mengakhiri hidupmu saja?
You know my name, not my story
Pernah mendengar ungkapan itu?
****
Entah apa yang menuntunku untuk mau membicarakannya. Yang aku tahu, malam ini, aku sedang ingin bergumul dengannya. Dengan potongan-potongan memori yang sudah lama tak kusentuh. Mungkin sudah usang.
Sesekali kubiarkan angin malam berhembus. Melayang-layang menyempurnakan rasi bintang. Membayangkan bagaimana fajar seharusnya terbit. Membiarkan sinarnya terpecah sempurna sesempurna kehidupanku, dulu.
Jika dia masih ada, apakah aku masih turun didepan gerbang sekolah dari sebuah sedan hitam?
Jika dia masih ada, apakah aku masih bisa bangga dengan statusnya?
Jika dia masih ada, apakah setiap hari mingguku masih terisi liburan?
Jika dia masih ada, apakah aku masih bisa mengajak siapa saja untuk berlibur bersamaku?
Jika dia masih ada, apakah aku masih bisa memberikan apa yang mereka mau?
Jika dia masih ada, apakah mereka masih menganggapku ada?
Jika dia masih ada, apakah mereka berhenti menganggapku tidak mampu?
Jika dia masih ada, apakah air mataku tak semurah ini?
Jika dia masih ada, apakah rasa sakit ini akan berkurang?
Dan jika dia masih ada, apakah hidupku akan sama seperti ini?
Ayah, taukah engkau? Sekarang semuanya berbeda. Benar-benar berbeda. Bagaimana mungkin hidupku terlalu bergantung padamu? Disaat senja menenggelamkanmu, fajar menjadi tak seindah dulu. Apakah hembusan nafasmu sebegitunya berharga bagi sebuah pengakuan? Mengapa setelah senja itu berlabuh mereka menjadi berbeda? Ayah, seberapa bedanya aku kini dan dulu? Seberapa berpengaruhnya aku tanpamu dan bersamamu? Apakah status mampu memburamkan pancaran fajar?
Ayah, tahukah engkau seberapa lama aku bermetamorfosa?
Untuk memahami arti kepergianmu ternyata tak semudah menghela nafas. Ayah, meskipun kuhabiskan sisa waktuku untuk memilinnya, tetap saja kutemukan anganku berhenti pada pintu pengandaian. Ia selalu menuntunku membangun ilusi. Memperkokohnya menjadi delusi. Kemudian berakhir dengan menyalah-nyalahkan memori. Ayah, apakah ini salah kanker? Apakah ini salah investasi? Apakah ini salah Ayah? Apakah ini salah takdir? Dan sisa-sisa senyumku telah habis dengan merangkai pertanyaan demi pertanyaan. Apakah menurutmu aku terlalu banyak menggerutu, Ayah?
Ayah, tahukah engkau seberapa jauh aku membangun jarak?
Ternyata dunia itu begitu jahat, Ayah. Bagaimana bisa mempertahankan sebuah pengakuan begitu menyakitkan? Mengapa strata begitu diagungkan? Ayah, tahukah engkau? Sejak senja kemarin berlabuh, fajar tak seindah dulu. Kini aku terombang-ambing diantaranya. Antara fajar dan senja. Jika pancaran fajar itu tak secerah dulu apakah itu salahku? Ayah, menurutmu apakah mereka mencoba membatasi langkahku atau aku yang terlalu jauh membangun jarak diantara mereka?
Ayah, I need you, so much. Bagaimana ini?
Tertulis,
 pada bulan keempat tahun 2013

No comments:

Post a Comment

Life isn't always lovely, but it's a beautiful ride

Hai, I know it's already 2018, but how your 2017?  What your best companion? Your best healer? This post probably gonna be s...