Tuesday, November 1, 2016

Let it be "Late" but You Know How Much I love You, Right?




I write this story for the one,
Who keep asking me how about the next chapter of my "Unanswered Prayer's story"
Who still don't believing in patient, hard work, and prayer. 
More than that,
I write this story for the one,
Who didn't know that she take a big part of my next chapter from "Unanswered Prayer's Story"
******

When I start write this blog, 
I'm in a hurry,
Running to catch my dream,
From Adusicipto Airport to Soetta Airport, Soetta Airport to Changi Airport then finally Changi Airport to Doengmuang Airport. 
And now, when you read this part, I already sitting in my dorm. Is 03.19 am in here, but I can't sleep, no I mean I don't wanna sleep. Because I have a reason, that should make me stay, awake.
2 years ago,
Around October, 2014.
Was the first time for me to know her in person. Before that chance, I didn't know about her popularity in campus or even about how peoples really want to close with her. I even didn't know who is she when people around me keep talking about her achievements. But then, I meet her, listen about her wonderful story, then realize that she is more than what peoples thought, that she is more than an awesome girl.
At that time, the questions that flood up in my mind was, "Why she choose this university instead of another prestigious one? Since she is awesome, is there any university would reject her?"

But it was just my questions that I never asked to her. Till February 2015, she asked me to accompany her free time, in Ambarukmo Plaza. Start from bought batik clothes, then ate at fish & co cafe, watched movie, walked around Amplaz, then end up in Naradha 8A.
I remember that time, we spent our time for almost 12 hour. Talked about everything, 'bout dream, 'bout life, and more than that, 'bout the reason why she study in our university and how she become a super awesome girl.
After my Mom and my two older sisters, she was the fourth people in my life, who really take a big part of my next chapter of "My Unanswered Prayer's Story"

Probably, she didn't know about how important she is in my life. Nor how about she influence my way for this latest 2 years. She even probably dunno, how I want to tell all of this to her.
Then, when you already read this, I'm already lying on my bed. In 12.25 am. This is actually already 31th October, and her birthday already passed.
Did you know? I was sooo busy running around Kasetsart University. Prepared all of the things. From filled up the University form, dorm form, seeing around the building, introduce your self to A,B,C and start to talk about anything. Then, finally, the sky already dark. Back to dorm, lying on the bed, then suddenly the sky already bright.

And now, when you read this part, she already mention me on her instagram, asked me why I didn't say anything about her birthday.
Dear, Mami.
Did you know? I looking up my schedule, looking for the time when I can go to Grand Palace, I know that you love the King. So I want to write that birthday's paper on that place.
But my lecture set up those schedule for tomorrow, so I should wait till tomorrow. 1st of November 2016.

And now, when you come to this part, I'm in the bus, on the way to go Siam. It's a little bit difficult to talk with them, since they can't speak english, and I'm soo bad in thai language. But lucky me, that I found another good guy, who help me to translate what I want to say to driver. 
Dear Mami Ara, 
the one who understand and trust my dreams.
Did you know?
That all story above 30% inspired by my family, 20% by my self then 50% by you.
You?
Yes, you are. 
Because you teach me how to struggle, how to believe in your self and how to stay in here, without any regret.

And now, here I am
In one of my-dreams-comes-true as student of -my-university-that-I-never-thought-before

Dear Mami Ara, 
Did you know?
That I adore you in so many way.
That you are one of my reason why I staying in here.
So, do you believe me if I didn't say anything about your birthday?

Dear Mami Ara,
Happy 25th!
Please, enjoy your life!
Thank you for always supporting me, loving me, and caring me in any kind of situation. 
Nothing that I wish except your happiness.
May Allah always blessing you as always.
So, you know how much I love you, right?

With love,
Your lil girl.

Tuesday, October 25, 2016

Worth It

 

Q: What you've got from 3 big agenda in a row? I mean, in a month?
A: Headache
Q: What you've got from so-many assignment's deadline between those agenda?
A: Double headache
Q: What you've remembered from what I said before?
A: I'm not telling you it's going to be EASY, I'm telling you it's going to be WORTH IT

Gift


 
      Minggu, 16 Oktober 2016, pukul 07.58 WIB. Notifikasi aplikasi Whatsapp dari smartphone saya berbunyi.
Sebut saja A teman saya, dan B adalah saya.
..........
A: Ay, nanti jam 9nan dikos?
B: Engga nih, aku jam 8.30an udah gak dikos, ada training di Dinas Pariwisata. Gimana?
A: Oh ya, gapapa. Niatnya mau mampir kosanmu bentar, tapi gak jadi hehe.
B: Duh, maaf yaa. Emangnya kamu mau kemana?
A: Mampir bentar aja, mau survey KKN
B: KKN? KKL maksudnya?
..........
    Dan saya belum sempat lihat balasannya lagi. Langsung berangkat ke Dinas Pariwisata Yogyakarta. Sebelumnya, saya berniat mampir ke Sunday Morning sebentar. Niatnya, mau beli topi yang udah saya cari-cari dari berminggu-minggu lalu. Gak tau kenapa, tiap mau beli selalu aja ada yang bikin gak jadi beli. Kalau dihitung-hitung, saya udah gagal beli 4 kali. Kalau misalkan gak butuh, saya gak akan nyoba lagi hari ini buat beli. Sayangnya, udah nyampe tempat, gak ada juga yang jual topinya. Totalnya, saya gagal beli topi 5 kali. Sedih sih, sedikit. Tapi dari kosan, saya sudah bilang sama diri saya sendiri, kalau misalkan gak dapet lagi, berarti saya gak diridhoi Allah buat beli dan disuruh ngirit dengan cara 'minjem' lagi. Alay banget ya beli topi aja bawa-bawa ridho Allah? Oke, back to the topic. Jadi setelah tau gak dapet, saya langsung putar balik buat berangkat ke Dinas Pariwisata. Nyampe disana, saya datang pertama kali. Masih sepi. Karena gak ada kerjaan, saya iseng mainin smartphone. Oiya, jadi keinget tadi lagi Whatsapp-an sama temen.
.......
A: KKN ay, aku mau KKN semester genap. Ay, sebenernya aku tadi ke kosmu mau ngasih ini.
*loading pict*
*Downloaded*
B: Aku tau kamu pengen ini. Tapi aku nyari yang ada gambar unicornnya gak ada, jadi aku beliin yang gambar ini. Please jangan digantiin uangnya ya. Kalo kamu ngeganti uang, aku gak mau ngomong sama kamu.
........
     Saya teriak dalam hati. Ada foto topi warna pink disana. Persis seperti topi yang saya mau. Yang saya cari berminggu-minggu. Yang sudah gagal saya beli sebanyak 5 kali.
Demi apa? Jadi, ini alasan saya gagal beli topi sebanyak 5 kali? Jadi ini alasannya saya gak diridhoi beli topi sama Allah tadi?
      Simple sih sebenernya, cuma sepotong cerita tentang gagal beli topi. Tapi, siapa yang sadar kalau bahkan, Allah sudah mengatur hal sesederhana ini? Ternyata bersyukur itu indah banget ya:") Termasuk sekedar bersyukur udah diperhatiin sama Allah untuk hal sesederhana itu. Tapi, bukannya justru yang sederhana sering menjadi begitu istimewa?:)

Saturday, September 17, 2016

Dear My Never-Ending Love





Dear my never-ending love,
Ketika pesan ini mulai kutulis, tiga puluh sembilan menit lagi umurmu 56 tahun, seharusnya.
Sesungguhnya, ketika kata seharusnya berhasil kutulis aku mulai bertanya, “apakah kata seharusnya patut ku pertanyakan?”
Maksudku, apakah umurmu ikut bertambah semenjak kau menghilang dibalik senja kala itu?
Sungguh, aku tidak tahu. Yang kutahu, saat ini, tiga puluh empat menit lagi, tepat 10 kali aku terjebak pada lingkar 17 September
Dear my never-ending love,
Kau tahu?
Betapa tanggal 17 September menjadi hari yang begitu sendu?
Terhitung ditahun ini pada tanggal yang sama, sudah 10 surat sendu kukirimkan,
untukmu.
Semua berisi bualan bahwa aku baik-baik saja tanpamu
Dear my never-ending love,
Kau percaya?
Aku tidak pernah baik-baik saja tanpamu, sekalipun ketika aku menulis surat pengakuan ini
Sejujurnya, aku lelah memikirkan apa yang harus kuberikan untukmu di hari-yang-“seharusnya” istimewa ini setiap tahunnya di sepuluh tahun belakangan ini
Kau tahu?
Hal ini seribu kali lebih menyiksa dibandingkan memikirkan kado terindah yang bisa kubelikan untukmu setiap tanggal ini belasan tahun yang lalu.
Astaga, betapa ungkapan belasan-tahun-yang-lalu terdengar begitu usang!
Dear my never-ending love,
Kau tahu?
Ada sebongkah rindu yang tertahan didalam sini
Begitu dalam, hingga aku tak mampu untuk merabanya
Dear my never-ending love,
Dua menit lagi, lingkar sendu itu akan terbuka lebar
Memutarkan rekaman indah memori belasan tahun lalu
Dear my never-ending love,
Sekarang sudah lewat dua menit hari istimewamu tiba
Apakah hari ini tetap menjadi istimewa meskipun kau telah hilang dibalik senja?
Ah, kau bahkan tidak pernah sekalipun menganggap hari ini istimewa
Ya, aku yang memilih untuk membuatnya terlihat berbeda
Dan aku sendiri yang tersiksa
Dear my never-ending love,
Sekarang, ketika kau baca suratku, aku sedang melewati angka 12.08
Tertanda pada pukul 12.08 WIB, kuakhiri surat sendu ini bersama ribuan rindu yang tak terhingga
Dear my never-ending love,
Selamat ulang tahun.
Aku merindukanmu, Pah.
Setengah mati.
Bagaimana ini?

Wednesday, August 31, 2016

People Change. Memories don't.




Apakah kau mensyukuri hidupmu?
Apakah kau ingin menukar hidupmu dengan yang lain?
Atau apakah kau ingin mengakhiri hidupmu saja?
You know my name, not my story
Pernah mendengar ungkapan itu?
****
Entah apa yang menuntunku untuk mau membicarakannya. Yang aku tahu, malam ini, aku sedang ingin bergumul dengannya. Dengan potongan-potongan memori yang sudah lama tak kusentuh. Mungkin sudah usang.
Sesekali kubiarkan angin malam berhembus. Melayang-layang menyempurnakan rasi bintang. Membayangkan bagaimana fajar seharusnya terbit. Membiarkan sinarnya terpecah sempurna sesempurna kehidupanku, dulu.
Jika dia masih ada, apakah aku masih turun didepan gerbang sekolah dari sebuah sedan hitam?
Jika dia masih ada, apakah aku masih bisa bangga dengan statusnya?
Jika dia masih ada, apakah setiap hari mingguku masih terisi liburan?
Jika dia masih ada, apakah aku masih bisa mengajak siapa saja untuk berlibur bersamaku?
Jika dia masih ada, apakah aku masih bisa memberikan apa yang mereka mau?
Jika dia masih ada, apakah mereka masih menganggapku ada?
Jika dia masih ada, apakah mereka berhenti menganggapku tidak mampu?
Jika dia masih ada, apakah air mataku tak semurah ini?
Jika dia masih ada, apakah rasa sakit ini akan berkurang?
Dan jika dia masih ada, apakah hidupku akan sama seperti ini?
Ayah, taukah engkau? Sekarang semuanya berbeda. Benar-benar berbeda. Bagaimana mungkin hidupku terlalu bergantung padamu? Disaat senja menenggelamkanmu, fajar menjadi tak seindah dulu. Apakah hembusan nafasmu sebegitunya berharga bagi sebuah pengakuan? Mengapa setelah senja itu berlabuh mereka menjadi berbeda? Ayah, seberapa bedanya aku kini dan dulu? Seberapa berpengaruhnya aku tanpamu dan bersamamu? Apakah status mampu memburamkan pancaran fajar?
Ayah, tahukah engkau seberapa lama aku bermetamorfosa?
Untuk memahami arti kepergianmu ternyata tak semudah menghela nafas. Ayah, meskipun kuhabiskan sisa waktuku untuk memilinnya, tetap saja kutemukan anganku berhenti pada pintu pengandaian. Ia selalu menuntunku membangun ilusi. Memperkokohnya menjadi delusi. Kemudian berakhir dengan menyalah-nyalahkan memori. Ayah, apakah ini salah kanker? Apakah ini salah investasi? Apakah ini salah Ayah? Apakah ini salah takdir? Dan sisa-sisa senyumku telah habis dengan merangkai pertanyaan demi pertanyaan. Apakah menurutmu aku terlalu banyak menggerutu, Ayah?
Ayah, tahukah engkau seberapa jauh aku membangun jarak?
Ternyata dunia itu begitu jahat, Ayah. Bagaimana bisa mempertahankan sebuah pengakuan begitu menyakitkan? Mengapa strata begitu diagungkan? Ayah, tahukah engkau? Sejak senja kemarin berlabuh, fajar tak seindah dulu. Kini aku terombang-ambing diantaranya. Antara fajar dan senja. Jika pancaran fajar itu tak secerah dulu apakah itu salahku? Ayah, menurutmu apakah mereka mencoba membatasi langkahku atau aku yang terlalu jauh membangun jarak diantara mereka?
Ayah, I need you, so much. Bagaimana ini?
Tertulis,
 pada bulan keempat tahun 2013

I'm Not OK, You Are Not OK, and That is OK





Semuanya terlihat panik. Secara tiba-tiba sosok laki-laki paruh baya itu terdiam. Nafasnya melemah satu per satu. Raganya membiru secara perlahan. Sesosok wanita disampingnya terlihat ketakutan, diguncangkannya raga suaminya, dibenarkannya tatanan oksigennya, hingga dicari-cari denyutan nadi suaminya. Nihil. Raga itu benar-benar terpisah dari rohnya.
Sesosok gadis belasan tahun tertuduk lemas, menangis, berteriak, terisak, berontak.
Papa masih ada ik..Papa masih ada..” Suara lemah itu terdengar menuntut. Diiringi isakan yang terbata-bata. Aku terbius, membisu. Kebingungan, atau lebih tepatnya kelimpungan. Kudekap erat raganya yang terhuyung, membebaskan segala memori yang sudah lama kupendam untuk membaur bersama detiknya. Kupandang lekat kedua matanya, ingin kusampaikan bahwa ini adalah yang terbaik, bahwa ini harus ia terima dan bahwa pada akhirnya cepat atau lambat, hal ini pasti akan terjadi. Tapi kerongkonganku tercekat. Lidahku benar-benar kaku. Rangkaian kata-kata itu hanya berputar dan meracau dalam otakku. Sekali lagi, aku hanya mampu mendekapnya, menggenggam erat jemarinya, membiarkan seluruh tangisnya luruh bersama rasa kehilangannya. Rasaku benar-benar tak karuan. Kupandang segala penjuru ruangan. Air mata dimana-mana. Kuraba pelan pori-pori pipiku, kering. Aku ini, sahabat macam apa ?
Papa masih ada ik..Papa masih ada..” Suara lemah itu kembali menusukku. Lidahku kelu. Kueratkan dekapanku, mendekat kearah telinganya.
Iya, Papamu masih ada mbak, masih ada, ada didalam hatimu.”
Dan isakkannya semakin menjadi, berbaur dengan deraiku yang mulai terjatuh. Bibirku bergetar, kerongkonganku tercekat. Menangis, aku menangis. Ya, kali ini aku benar-benar mengikutinya. Kalimat itu benar-benar mampu melemparku pada memori 8 tahun lalu secara utuh. Semuanya menjadi berkelebat, berputar-putar dan membaur bersama detiknya. Kudekap raganya lebih erat lagi, membiarkan rasanya meluruh dengan segala kenangannya. “Tenang mbak, kamu gak akan sendiri, ada aku, disini, bersamamu.”
Tertulis,
Pada ujung Ramadhan di tahun 2013.

Sunday, August 7, 2016

Kata orang, Menulis itu Merapikan Kenangan



Sekarang, ditempatku menulis, waktu sedang berhenti pada angka 15.06 WIB. Mungkin saja beberapa kalimat setelah tulisan tadi, jarum jam sudah menjalar ke angka-angka setelahnya. Mungkin juga, ketika tulisan ini sudah berhasil dimuat, matahari sudah tak ada, atau bahkan sudah mulai bergulir kematahari dihari berikutnya.
Kata orang, menulis itu merapikan kenangan....
Ini kali kedua aku mengutipnya. Ah, sebenarnya setiap aku ingin memulai bercerita, selalu saja kalimat itu yang muncul pertama kali dan selalu ingin kukutip. Tapi, bagaimana jika kalian bosan membacanya? Lalu, sepersekian detik setelah pertanyaan itu terlontar, aku segera mengganti, tidak, lebih tepatnya terpaksa mencari pengganti kutipan lain. Sayangnya nihil, aku tak jua menemukan kutipan indah yang sepadan. Lantas karena kesal, aku berhenti menulis. Merajuk pada google yang tidak mampu memuaskan pencarianku. Hatiku merajuk, kemudian semua cerita itu menguap begitu saja. Lalu untuk kesekian kalinya, aku gagal merapikan setiap kenangan dan membingkainya dalam sebuah cerita.
Sejujurnya, aku sedang teralihkan pada aplikasi path dan instagram. Yang nyatanya, dua tahun terakhir ini telah membuatku berhenti menulis. Fitur-fitur serba instan, lebih unik, lebih menghibur, lebih cepat diakses semua orang, atau apapun itu, sungguh mampu membuatku terlena dan lupa bagaimana cara membingkai rapi sebuah cerita dalam rangkaian paragraf. Nampaknya memilih foto yang kira-kira akan menghasilkan banyak like dan comment lebih mudah dibanding harus berlama-lama menyusun ratusan kalimat demi sebuah postingan di blog. Lagipula, mengabadikan moment dengan memposting foto lengkap bersama “mini” captionnya sudah cukup mewakili setiap kenangan, bukan?
Kata orang, menulis itu merapikan kenangan....
Ah, sayangnya aku tidak bisa menulis dengan cukup rapi pada aplikasi path ataupun instagram. Sesekali aku mencoba untuk merapikan kenangan disana. Sayangnya “sesekali” juga ada yang meninggalkan pesan sindiran dikolom komentar. “Ini caption apa nulis diary?” Lagi-lagi aku merajuk membacanya. Rindu pada kebebasan menulis seluas-luasnya. Maka, tertanggal tulisan ini dimuat, semoga akan kupenuhi halaman-halaman ini dengan ratusan kenangan yang telah kubingkai rapi.

Life isn't always lovely, but it's a beautiful ride

Hai, I know it's already 2018, but how your 2017?  What your best companion? Your best healer? This post probably gonna be s...