Sunday, August 7, 2016

Kata orang, Menulis itu Merapikan Kenangan



Sekarang, ditempatku menulis, waktu sedang berhenti pada angka 15.06 WIB. Mungkin saja beberapa kalimat setelah tulisan tadi, jarum jam sudah menjalar ke angka-angka setelahnya. Mungkin juga, ketika tulisan ini sudah berhasil dimuat, matahari sudah tak ada, atau bahkan sudah mulai bergulir kematahari dihari berikutnya.
Kata orang, menulis itu merapikan kenangan....
Ini kali kedua aku mengutipnya. Ah, sebenarnya setiap aku ingin memulai bercerita, selalu saja kalimat itu yang muncul pertama kali dan selalu ingin kukutip. Tapi, bagaimana jika kalian bosan membacanya? Lalu, sepersekian detik setelah pertanyaan itu terlontar, aku segera mengganti, tidak, lebih tepatnya terpaksa mencari pengganti kutipan lain. Sayangnya nihil, aku tak jua menemukan kutipan indah yang sepadan. Lantas karena kesal, aku berhenti menulis. Merajuk pada google yang tidak mampu memuaskan pencarianku. Hatiku merajuk, kemudian semua cerita itu menguap begitu saja. Lalu untuk kesekian kalinya, aku gagal merapikan setiap kenangan dan membingkainya dalam sebuah cerita.
Sejujurnya, aku sedang teralihkan pada aplikasi path dan instagram. Yang nyatanya, dua tahun terakhir ini telah membuatku berhenti menulis. Fitur-fitur serba instan, lebih unik, lebih menghibur, lebih cepat diakses semua orang, atau apapun itu, sungguh mampu membuatku terlena dan lupa bagaimana cara membingkai rapi sebuah cerita dalam rangkaian paragraf. Nampaknya memilih foto yang kira-kira akan menghasilkan banyak like dan comment lebih mudah dibanding harus berlama-lama menyusun ratusan kalimat demi sebuah postingan di blog. Lagipula, mengabadikan moment dengan memposting foto lengkap bersama “mini” captionnya sudah cukup mewakili setiap kenangan, bukan?
Kata orang, menulis itu merapikan kenangan....
Ah, sayangnya aku tidak bisa menulis dengan cukup rapi pada aplikasi path ataupun instagram. Sesekali aku mencoba untuk merapikan kenangan disana. Sayangnya “sesekali” juga ada yang meninggalkan pesan sindiran dikolom komentar. “Ini caption apa nulis diary?” Lagi-lagi aku merajuk membacanya. Rindu pada kebebasan menulis seluas-luasnya. Maka, tertanggal tulisan ini dimuat, semoga akan kupenuhi halaman-halaman ini dengan ratusan kenangan yang telah kubingkai rapi.

Monday, December 28, 2015

Dreams?





Keep your heart open to dreams
For as long as there’s a dream, there is hope
And as long as there is hope, there is joy in living
*****
Hai, it’s me Aini!
It been a long time, right?
        Udah lama banget gak nulis di blog. Anybody miss my another “Unanswered Prayer” ? Well, sejujurnya, selama ini saya juga sedang mengumpulkan segala macam jawaban akan pertanyaan-pertanyaan yang saya tuliskan setahun yang lalu. Ada banyak sekali hal-hal yang terjadi didalamnya, yang bahkan pernah membuat saya berada dititik ingin menghapus postingan-postingan blog saya yang dulu. Terutama postingan saya yang terakhir, “Unanswered Prayer”. Tahun 2015, bisa dibilang menjadi tahun yang begitu berharga untuk saya. Bertemu dengan berbagai macam orang dengan segala cerita mengenai mimpi, perjuangan dan bahkan pengalaman-pengalaman hidup mereka yang pada akhirnya membuat saya benar-benar memaknai apa arti kata “Di atas langit masih ada langit”.
Dulu, setelah saya memposting “Unanswered Prayer” saya bertekad akan membuat postingan baru setahun setelahnya untuk menjawab semua pertanyaan-pertanyaan saya disana. Saya berharap, tulisan saya bisa kembali menginspirasi siapapun yang membacanya. Namun, seiring berjalannya waktu, saya bertemu dengan orang-orang yang luar biasa. Orang-orang dengan mimpi besar, perjuangan besar dan hasil yang besar pula, yang menurut saya, hal tersebut memang patut mereka banggakan. Saat itu, saya berfikir, betapa memalukannya saya dengan mimpi sekecil itu, perjuangan yang masih kecil dengan hasil yang belum patut dibanggakan juga, menulis sebuah postingan yang setelah saya fikir-fikir begitu berlebihan.  Namun, ketika saya ingin menghapusnya, masih saja ada beberapa pembaca blog saya yang menyampaikan bahwa tulisan saya begitu menginspirasi mereka. Hingga pada akhirnya, saya urung untuk menghapusnya.
     Seiring berjalannya waktu, saya menyadari bahwa mimpi tetaplah sebuah mimpi. Sesederhana apapun mimpi tersebut, ia tetaplah sebuah harapan bagi setiap pemiliknya. Dan pada akhirnya, saya tidak akan menghapus postingan-postingan saya yang dulu. Sesederhana apapun mimpi saya, sekecil apapun usaha saya, dan sebiasa apapun hasil perjuangan saya, ia tetaplah sebuah mimpi. Mimpi yang membuat saya hidup. Mimpi yang membuat saya bangkit dan mimpi yang membuat saya bersyukur.
See you in my another story, guys!
Semoga bisa tetap menginspirasi :)

Tuesday, July 22, 2014

"Unanswered Prayers"


Berjalan diatas sirkuitMu memang tidak pernah mudah
Mengikuti alur panjangMu memang begitu lelah
Namun, Bukankah Engkau senantiasa menyulitkan hambaMu yang sangat Engkau cintai Ya Rabb?
Aku tidak pernah menyesal menerpa badai yang senantiasa Kau siapkan
Aku, tidak pernah menyesal memilih puncak tertinggi dalam pendakian
Dan kalaupun memang, pada pertangahan
Kau butakan arahku dan memilihkan jalur yang jauh dari puncak impian
Sungguh, aku tidak akan menyesal pernah memilih puncak itu
Atau menyesal tidak meraih puncak itu
Karena aku percaya,
Puncak yang Kau persembahkan jauh lebih indah dari puncak yang senantiasa kuimpikan

*****
M
impi. Saya bahkan harus menghela nafas sekian detik sebelum membicarakannya secara panjang lebar. Bukan, saya bukan salah satu dari jutaan orang yang telah berhasil berdiri diatas mimpi besar yang terwujud secara gamblang. Saya, hanyalah sejumput pemimpi besar yang masih tertatih bersama ‘maha’ angannya.
Sangat basa-basi. Saya tahu. Tapi saya hanya ingin membagikan sedikit cerita bagi kalian. Kalian yang mungkin tidak percaya pada mimpi, kalian yang mungkin terlalu percaya pada keberuntungan, atau kalian yang bahkan mulai lelah meraih mimpi yang tidak jua terwujud. Dan se klise apapun kisah saya, semoga bermanfaat. Sekecil apapun itu….
*****
Kata orang, menulis itu merapikan kenangan…
27 Mei, 2014. Pukul 12.00 WIB.
Merah. Pengumumannya berwarna merah. Saya tertegun. Log out, log in lagi. Log out, Log in lagi. Merah, masih merah. Saya tidak lolos SNMPTN 2014?? Mimpi??? Apakah saya bermimpi?? Selama 15 menit, saya terdiam. Mencerna baik-baik apa arti kata ‘TIDAK LOLOS’. Hingga akhirnya, saya benar-benar mengerti. Dan seketika itu juga, saya menangis sejadi-jadinya. Siang itu, adalah tamparan yang nyata didalam hidup saya. Tamparan yang membuat saya perlahan bangun dari tidur panjang saya…
*****
Dan semua berputar mundur ketahun 2012. Tahun dimana saya mulai menemukan mimpi baru bernama “Lolos Undangan (SNMPTN) 2014” . Dilanjutkan ditahun 2013, saya memperlengkap mimpi saya dengan embel-embel “Lolos Undangan (SNMPTN) 2014 Ilmu Komunikasi UGM”. Sejak saat itu, hidup saya terpatri disana. Apapun saya lakukan untuk meraihnya. Ada yang bilang, salah satu hal yang mempermudah lolos Undangan adalah memiliki Piagam Kejuaran Lomba. Dan ya, entah setan darimana yang mampu menghipnotis saya. Sejak menginjakkan kaki di Gedung berlabel ‘SMA’, tujuan saya terpatri disatu titik. Menjuarai berbagai macam lomba. Dan kisah tertatih itupun dimulai.
Dimulai di awal tahun 2012, berlanjut diakhir tahun 2012. Semakin banyak terjadi baik diawal hingga akhir tahun 2013. Dan ya, seperti kesetanan darimana saya pun tidak tahu, secara bersamaan di awal tahun 2013 hingga pertengahan tahun 2014 saya semakin menggilai belajar untuk beralih mengejar rengking parallel agar saya bisa memenuhi persyaratan dalam mendapat beasiswa saat kuliah nanti. Dan semuanya seperti berlalu begitu cepat. Hari-hari saya hanya diisi dengan lomba dan lomba selama tahun 2012 hingga 2013. Dan ditahun 2014 saya semakin memenuhi obsesi-obsesi saya pada rentetan rengking parallel. Sungguh, justru saya baru menyadari betapa melelahkannya masa SMA saya saat semuanya sudah berakhir. Saya bahkan melupakan passion saya pada Organisasi, Kepanitiaan, Event-event sekolah dan apapun itu yang berbau non pendidikan. Saya terlanjur dibutakan pada satu titik, “SNMPTN Ilmu Komunikasi UGM 2014”.
Memang, memang saya berhasil menjuarai beberapa lomba. Dan ada juga yang kalah tentunya. Saya juga berhasil mempertahankan rengking 5 besar saya dikelas hingga semester 5. Saya juga berhasil masuk dalam 10 besar parallel sekolah. Ya, saya dapat. Dan mungkin itulah awal rasa sakit yang teramat dalam itu berasal…
“If it wasn’t written for you, it never belonged to you, so don’t be upset when it doesn’t come to you”-unknown
Sungguh, saya tidak pernah sekalipun berfikir bahwa saya akan lolos SNMPTN 2014 karena saya pintar, atau karena saya memiliki beberapa Piagam Kejuaran Lomba, atau bahkan karena saya masuk parallel atau apapun yang sejenisnya. Sungguh tidak, kalau ada seseorang yang berfikir saya seperti itu sungguh itu tidak benar!
Saya tidak pintar. Saya benar-benar mengakui itu. Dan itulah alasan saya mengapa saya belajar mati-matian sampai bahkan tidak tidur hanya demi membuat catatan agar saya bisa lebih mudah mengerti segala materi. Saya menyadari teman-teman sekelas saya adalah murid-murid luar biasa yang bahkan tanpa belajar mati-matian pun mereka bisa dengan mudahnya mendapat nilai diatas saya. Jadi saya tidak mau tertinggal. Saya harus berjuang lebih dari mereka, meskipun pada akhirnya saya tahu. Kemampuan saya memang masih jauh dibawah mereka.
Tapi saya percaya pada usaha. Saya percaya pada kerja keras. Saya percaya pada kuasa Tuhan. Bahwa Dia, akan memberikan apapun sesuai dengan apa yang umatnya perjuangkan. Dan ya, itulah alasan saya mengapa saya sulit mempercayai bahwa saya tidak lolos SNMPTN 2014. Sungguh, bukan karena saya berfikir saya murid paling pintar, tapi karena saya berfikir Tuhan itu adil, Tuhan pasti melihat usaha saya, Tuhan pasti akan mewujudkan mimpi saya.
Tapi ternyata apa?
Tuhan berkata lain. Dia menjatuhkan dinding terkokoh saya. Meleburkan segala kepercayaan saya. Meruntuhkan pertahanan diri saya…
Dan ya, semua terlihat semakin menyakitkan setelah saya beralih menatap sekitar. Betapa banyak orang-orang yang saya kenal baik, tanpa melakukan hal sebesar usaha saya bisa meraih mimpi mereka dengan mudahnya. Saya semakin bertanya-tanya. What the meaning of life? Why me? Again? Dan belasan pertanyaan lain yang semakin mengaburkan mata hati saya.
“Don’t wonder why Allah doesn’t grant all our wishes immediately, but rather give thanks that He doesn’t punish us immediately for all our mistakes.”-Unknown
Butuh waktu lama untuk memahami apa sebenarnya arti dari kerja keras, tawakal dan ikhlas. Maka disaat teman-teman saya sudah mulai bergumul dengan materi dan soal-soal SBMPTN saya justru sibuk berselancar kedunia maya sekedar mencari pembenaran. Pembenaran pada jalan fikiran saya, pada rasa kecewa saya, pada sakit hati saya dan pada apapun yang membuat saya terpuruk dalam beberapa minggu. Saya bahkan sampai merasakan titik jengah untuk kembali belajar dan bergumul pada materi SBMPTN. Saya bahkan terlampau banyak mengahbiskan sisa-sisa waktu krusial saya dengan hanya memandangi materi tersebut tanpa bergerak lebih jauh. Saya tidak mengambil les tambahan. Dan saya hanya disibukkan dengan pencarian ‘pembenaran’ yang bahkan nyaris membuat saya gila karena tidak jua menemukan titik akhir. Hingga suatu ketika, saya hanya mampu tergugu disetiap sholat saya. Saya adukan segala pada-Nya. Saya tangiskan segala kerapuhan saya pada-Nya. Hingga perlahan, semangat saya kembali muncul meski tidak sebesar sebelumya.
Selesai. Rangkaian Tes bedebah itu selesai. Saya kembali kekota asal saya. Menanti keputusan final itu keluar. Setiap sholat, tak henti-hentinya saya meminta agar apapun keputusan-Nya nanti, mampu saya terima dengan ikhlas. Dan ya, semakin hari perasan saya tidak tenang. Bukan takut tidak lolos. Saya hanya takut bahwa untuk kesekian kalinya, mimpi saya tidak sama dengan apa yang Tuhan inginkan. Maka mulai detik itu juga, saya mengangganti do’a saya dengan meminta diikhlaskan atas segala keputusan-Nya.
8 Hari sebelum pengumuman SBMPTN, saya mengalami infeksi pencernaan. Hal ini memaksa saya terbaring ditempat tidur selama hampir 10 hari lamanya. Selama itu, saya tidak bisa melakukan apa-apa. Suhu saya mencapai 39 derajat celcius, tekanan darah saya hanya 90 dan trombosit saya hanya mencapai 122. Sungguh keadaan itu membuat saya tersiksa setengah mati. Saya sulit bergerak, saya sulit tidur dan bahkan saya sulit bernafas. Dalam kesakitan itu, saya hanya sibuk berfikir tentang kemunginan-kemungkinan terburuk atas hasil SBMPTN saya. Dari 3 jurusan yang tersedia, saya hanya memilih 1 jurusan dan sisanya Mama saya yang memilihkan. Bukan karena apa-apa, karena saya hanya ingin Komunikasi UGM dan ternyata Mama saya menginkan saya menjadi seorang Guru. Guru Sejarah. Dan ya, selama itu saya hanya berdo’a semoga Tuhan meridhoi mimpi saya, bukan mimpi Mama saya.
Dan hari pengumuman pun tiba. Saya masih sakit dan saya sama sekali tidak berminat untuk membukanya. Jadilah kakak kedua saya yang sibuk menghidupkan laptop, menanyakan nomor pendaftaran saya dan bahkan yang membuka pengumuman saya. Sedangkan perasaan saya tidak enak, saya hanya tidur dan bahkan sama sekali tidak berminat untuk melirik hasilnya. Dan perasaan saya semakin tidak enak ketika dia tersenyum dan menarik tangan saya agar bangun sebentar dan melirik hasilnya.
Hasilnya apa?
Saya hanya bisa menghela nafas panjang, lemas. Ya, apa yang saya takutkan terjadi. Ketakutan yang lebih dibanding kemungkinan saya tidak lolos SBMPTN. Tapi mau bagaimana lagi? Do’a seorang ibu memang tidak ada duanya. Saya diterima di UNY jurusan Pendidikan Sejarah. Persis seperti mimpi Mama saya selama ini. Saya hanya terdiam, ingin menangis tapi tidak bisa. Karena apa? Karena Mama saya langsung datang, membaca hasilnya dan seketika itu juga beliau memeluk saya, menciumi saya mengatakan bahwa beliau begitu bahagia. Dan ya, saya sampai tidak bisa menangis melihat Mama saya begitu bahagianya.
“But perhaps, you hate a thing and it is good for you. And perhaps you love a thing and is bad for you. Allah knows while you know not”-Quran 2:216
Saya selalu meyakinkan diri saya sendiri bahwa saya bisa ikhlas, bahwa saya baik-baik saja. Tapi apa? Ikhlas tidak semudah itu, saya masih teramat kecewa. 2 kali saya bersekolah disekolah yang bukan impian saya, 6 tahun saya berada disekolah yang bukan tujuan saya. Dan sekarang, sekali lagi saya diterima di Universitas dan Jurusan yang sama sekali bukan impian saya. 4 Tahun saya akan berada ditempat yang tidak sesuai dengan passion saya. Jika ditotal, 10 tahun saya hidup dilingkungan yang bukan impian saya. SMP, SMA dan sekarang akan bertambah Kuliah? Sungguh, membayangkannya saja membuat kepala saya pening setengah mati.
Saya tidak pernah mudah mencari sekolah, selalu saja saya harus berjuang keras demi mendapatkan apa yang saya cita-citakan. 2 kali saya mengalaminya dan sekarang bertambah menjadi 3 kali. 3 kali saya berjuang mati-matian dan 3 kali pula saya dijatuhkan dengan kenyataan yang jauh dari impian saya.
Saya selalu berkata pada diri saya bahwa saya akan baik-baik saja. Bahwa saya akan bisa melewatinya, bahwa saya sudah terbiasa mengalaminya dan bahwa kapanpun itu, hikmah yang begitu luar biasa pasti ada dibalik semuanya.
Tapi saya sadar, saya hanya manusia biasa. Saya masihlah seorang remaja yang terus menata ritme nafasnya secara horizontal. Saya tahu, bahwa belajar sabar dan ikhlas tidak pernah ada habisnya….
Hingga saya berhasil berada disatu titik. Titik dimana saya mulai membuka hati saya untuk sebuah ‘penerimaan’. Dan perlahan saya sadar, bahwa ‘pembenaran’ yang saya cari selama ini tidak akan membuat saya menemukan jawaban. Justru hanya menjadikan boomerang bagi saya untuk mendustakan segala nikmat tersembunyi-Nya yang memang diperuntukkan bagi saya.
Dan saya mulai melihat segalanya secara lebih dekat…
“Daun yang jatuh tak pernah membenci angin, dia membiarkan dirinya jatuh begitu saja. Tak melawan, mengikhlaskan semuanya. Bahwa hidup harus menerima, penerimaan yang indah. Bahwa hidup harus mengerti, pengertian yang benar. Bahwa hidup harus memahami, pemahaman yang tulus. Tak peduli lewat apa penerimaan, pengertian, pemahaman itu datang. Tak masalah meski lewat kejadian yang sedih dan menyakitkan. Biarkan dia jatuh sebagaimana mestinya. Biarkan angin merengkuhnya, membawanya pergi entah kemana” Kutipan novel Tere Liye ‘Daun Yang Jatuh Tidak Pernah Membenci Angin’.
Saya memang percaya bahwa sebesar apapun mimpi itu, dengan kerja keras pasti semua akan terwujud. Tapi ternyata ada yang luput dari kesadaran saya. Bahwa saya terlalu dibisukan dengan ‘positif thinking’ yang sudah mulai membaur dengan ‘kesombongan’, sudah dibutakan dengan ‘kepercayaan’ yang sudah mulai mencair bersama ‘keangkuhan’. Hingga akhirnya saya sampai lupa, bahwa sejatinya semua yang berlebih baik itu usaha, positif thinking, kepercayaan tidaklah ada yang baik. Karena sesungguhnya, Tuhan tidak suka dengan hal yang berlebihan…
Dan apabila kita mau melihat segalanya secara lebih dekat….
“Tidak semua orang mendapatkan pilihan pertama dalam hidup ini. Tapi kita bisa hidup sama bahagianya dengan mereka. Meski hanya mendapat pilihan kedua, ketiga atau bahkan keseratus-satu” Tere Liye
Di SMPN 6 Ponorogo, sekolah yang sama sekali bukan impian saya, adalah sekolah yang menemukan bakat Story Telling saya pertama kali, yang mengajarkan saya berorganisasi, yang membentuk saya memiliki jiwa pemimpin, yang menuntun saya menjadi pribadi yang serba bisa, yang mengajarkan saya apa arti kekeluargaan, apa arti persahabatan, apa arti ketulusan dan apa arti kesederhaan. Bagaimanapun juga, harus saya akui bahwa pada akhirnya, saya sangat-sangat mencintai sekolah yang bahkan tidak pernah saya mimpikan sebelumnya…
SMAN 3 Madiun. Mungkin, bagi sebagian siswa, SMAN 3 Madiun adalah sekolah mewah impian. Tapi tidak dengan saya. Saya yang terbiasa berada dilingkungan sekolah yang sederhana dan cenderung kekeluargaan sangat takut berada didalamnya. Saya takut dipandang sebelah mata dan saya takut tidak diakui. Namun, pada akhirnya saya terlempar juga disekolah yang saya hindari selama ini. Dan apa yang terjadi? Akhirnya harus saya akui juga, bahwa sekolah saya lah yang membentuk saya menjadi pribadi yang lebih kuat. Pribadi yang lebih percaya diri berhadapan dengan orang banyak, yang membuat Story Telling saya semakin menapak kearah yang lebih tinggi dan yang terpenting, sekolah yang membuat saya lebih mengerti apa arti kerja keras yang sesungguhnya. Apakah saya tidak diterima disana? Jawabannya tidak. Saya bahkan banyak menemukan kesederhanaan dibalik keistimewaan dan kemampuan mereka. Dan ya, harus saya akui juga. Bahwa saya tidak menyesal pernah bersekolah ditempat ini, SMAN 3 Madiun.
Universitas Negri Yogyakarta Jurusan Pendidikan Sejarah? Apa yang akan terjadi pada kehidupan saya 4 tahun kedepan? Dan saya memilih untuk berhenti bertanya. Saya percaya, kapanpun itu Tuhan akan menuntun saya menemukan hikmah yang luar biasa dibalik semuanya. Entah itu cepat atau lambat, saya memilih untuk mempercayai-Nya, bahwa kerja keras tidak ada yang sia-sia….
Tentang mimpi saya, sungguh sampai sekarang pun saya masih menginkan Komunikasi UGM. Tapi bagaimana kelanjutan mimpi saya, biarlah Tuhan yang mengaturnya. Saya hanya mampu berjalan, berusaha dan tertatih pada alur scenario-Nya.
Dan percayalah kawan, TIDAK ADA MIMPI YANG TIDAK TERWUJUD. Yang ada, hanyalah KEPUTUSAN TUHAN YANG BERWUJUD DALAM BENTUK LAIN. Sungguh, keputusan Tuhan, itulah keputusan terbaik dari do’a-do’a yang senantiasa kalian panjatkan. Gagal setelah berusaha mati-matian bukanlah hal yang patut disesalkan. Karena percayalah, kapanpun itu, AKAN ADA HAL YANG LEBIH BAIK DARI PADA HAL YANG SELALU KALIAN IMPIKAN. Sungguh, percayalah. Tuhan tidak pernah salah dalam memilihkan takdir kalian…
Bagi mereka yang terlihat tidak berusaha keras tapi bisa mendapatkan apa yang mereka inginkan secara mudah?
Biarkan urusan itu menjadi urusannya dengan Tuhan. Putarlah fikiran kalian dan alihkan segala fokus tersebut pada hal yang lebih berguna bagi hidup kita masing-masing. Sungguh, tidak ada gunanya memikirkan hal seperti itu. Justru hanya sakit yang mungkin bisa berubah jadi dengki yang akan kalian rasakan. Ingatlah kawan, that…
ONE DAY, You will wake up and thank to Allah for your unanswered prayers.
           


Friday, April 18, 2014

"1080 Hari Tentangmu, SMAN 3 Madiun"





Madiun, 17 April 2014
Kalau setiap cerita hidup kita selalu indah, hati ini tak pernah kenal dekat dengan sabar dan ikhlas
Kalau setiap yang kita inginkan maunya dikabulkan, kita tak pernah tau indahnya mendekati Allah bersama jutaan do’a dan harapan
Kalau setiap harapan kita selalu berjalan sesuai rencana, kita tak pernah belajar bahwa kecewa itu menguatkan....



  H
ari ini adalah hari pertama saya terlepas dari rutinitas SMA yang melelahkan. Rutinitas yang sebentar lagi saya rindukan, saya kenang, sepanjang masa. Hiruk-pikuk dunia putih abu-abu benar-benar membuat saya mengabaikan detik yang terus berputar tanpa jeda. Membuat seolah-olah 1080-hari terasa begitu cepat. Banyak sekali cerita yang terselip diantara fajar dan senja. Dan malam ini, saya ingin mengurainya, sebentar saja....
“If it wasn’t written for you, it never belonged to you, so don’t be upset when it doesn’t come to you” -@Alhamdulillah
            Hari itu, pagi dipertengahan Juli 2011. Hari yang bagi saya jarum jam berputar begitu lama, lingkungan yang terlihat begitu menakutkan, dan suasana yang terasa begitu dingin. Akhirnya, saya terlempar disuatu sekolah yang bahkan bentuk dan wujudnya baru saya ketahui dihari saya dinyatakan diterima disana, SMAN 3 Madiun. Untuk kedua kalinya, saya diterima disekolah yang bukan tujuan saya. Sedih, kecewa, marah. Tapi bisa apa?
“Even I know what decision that I want, God already know what decision that I need.”
            Sekolah baru, teman baru, lingkungan baru. Tiga hal yang membuat saya nyaris menyerah. Terlebih, dilingkungan yang benar-benar baru dan bukan tujuan saya. Tinggal di ‘Kota Orang’ memang memiliki sensasi tersendiri. Lingkungannya, budayanya, orang-orangnya. Sungguh, saya benar-benar merasakan yang namanya ‘culture-shock’.
Ditahun pertama saya belajar dengan yang namanya ‘memahami dan lapang dada’. Saya lahir, tinggal dan bersekolah hingga SMP di Ponorogo. Bersekolah di kota dengan budaya cara bicara yang ramah, halus, perasa tapi sensitif. Berbanding terbalik dengan budaya lingkungan sekolah kota Madiun yang bagi saya cuek, tegas, berterus terang, apa adanya, tapi pemaaf. Saya yang  belum terbiasa menerima kritikan pedas secara langsung benar-benar merasa tergugu. Cara bicara mereka yang begitu berterus terang sering membuat saya shock diawal-awal masa sekolah. Dimata saya, cara mereka mengingatkan, memberi kritik, menjatuhkan mental dan menyakiti hati tidak ada bedanya. Seperti satu kesatuan yang tak terpisahkan. Tapi dimata mereka, itu hal biasa, hal yang wajar, bukan menjatuhkan, menyakiti, tapi berterus terang, berkata jujur, apa adanya. Tidak kurang, tidak juga lebih. Belum selesai sampai disitu, saya juga shock dengan sikap mereka yang biasa-biasa saja ketika menerima kritikan langsung, yang menurut saya kritikan itu lebih tepat disebut sebagai sebuah sindiran yang menyakiti hati. Tapi mereka biasa-biasa saja. Selalu menganggap tidak pernah terjadi apa-apa jika sebuah ‘forum’ perdebatan sudah ditutup. Perlahan saya mulai memahami, belajar bersabar, lapang dada. Mencoba beradaptasi.

Tentang Kegiatan Belajar Mengajar. Sungguh, saya benar-benar kalang kabut. Sistematika pembelajaran SMAN 3 Madiun yang kala itu masih RSBI (Rintisan Sekolah Bertaraf Internasional) memaksa saya untuk memahami materi dalam Bahasa Inggris. Mulai dari materi, soal, hingga presentasi yang menggunakan Bahasa Inggris sukses membuat saya pusing bukan kepalang. Belum lagi dengan mata pelajaran IPA terutama Fisika, Matematika dan Kimia yang benar-benar meracuni otak saya dan membuat saya nyaris menyerah dan pindah sekolah. Dari awal memang saya ingin masuk di Jurusan IPS. Bagi saya, ilmu didalamnya begitu mengasyikkan. Tidak membuat saya tegang atau tertekan. Sungguh selama pelajaran Matematika, Kimia dan Fisika saya selalu tegang, was-was. Takut kalau-kalau saya disuruh mengerjakan soal didepan kelas, yang sudah pasti soal apapun itu saya tidak faham harus diapakan. Kala itu, satu tahun terasa lama. Lingkungan baru, teman baru, budaya baru, sistematika pembelajaran yang baru, sungguh benar-benar membuat saya ingin segera lari. Hingga akhirnya, saat pembagian rapor semester akhir, saya dinyatakan naik kelas dengan peringkat ke 6 dan masuk jurusan IPS. Subhanallah, sungguh saat itu saya benar-benar tidak menyangka bisa meraih rengking 6. Dengan segala kepasrahan saya saat pada Fisika, Matematika, dan Kimia ternyata Allah masih memberi kesempatan saya untuk membuat rengking 6 itu tidak mustahil lewat mapel-mapel IPS yang memang benar-benar saya pelajari secara sungguh-sungguh. Dan akhirnya, lembaran baru kembali dibuka. Saya dinyatakan sebagai salah satu siswa kelas XI IPS 3.
Disini, pembelajaran saya belum berakhir. Di XI IPS 3 saya belajar apa arti kerja keras, santai tapi serius, bercanda tapi fokus. Teman-teman sekelas saya, sungguh. Saya banyak terkecoh. Saat KBM mereka lebih banyak bercanda dari pada memperhatikan guru. Lebih banyak santai daripada mengerjakan belajar. Tapi anehnya, saat dihadapkan dalam pertanyaan, presentasi, atau ulangan, mereka berbeda 180 derajat. Mereka bisa menjawab, bisa menjelaskan, bisa mendapat nilai yang tak jarang cukup membuat saya termenung. Perempuan atau lak-laki, mereka semua sama-sama pintar. Saya dihadapkan pada teman-teman yang unpredictable. Yang terlihat biasa saja ternyata luar biasa. Yang terasa tidak bisa ternyata multitalenta. Disini, saya belajar apa arti kesederhanaan. Apa arti ketulusan dalam belajar. Dari mereka saya belajar, bahwa sesuatu yang tidak terlihat, jauh lebih penting daripada sesuatu hal yang terlihat.
Tak cukup sampai disitu. Ditahun itu, saya mengikuti beberapa macam lomba. Yang entah saya tidak menghitung berapa kali saya gagal dan berapa kali saya berhasil. Sungguh, kesempatan berkompetisi dengan siswa-siswi dari berbagai kota dan provinsi di Indonesia membuat saya benar-benar belajar apa sebenarnya arti kata berusaha, tawakal, tawadu, rendah hati dan sportivitas. Begitu banyak cerita, rintangan, kegagalan, ketidakadilan, keberhasilan dan kerja keras yang saya dapatkan dari kompetisi-kompetisi yang bahkan tidak pernah saya hitung berapa banyak peluh saya yang terkuras untuknya. Peraturan sekolah saya yang selalu menekankan untuk lebih mementingkan pelajaran diatas segalanya memaksa saya untuk berusaha lebih keras lagi dan lagi. Dengan jadwal pulang jam 4 sore, saya hanya diizinkan dispensasi untuk latihan lomba tidak lebih dari 2 jam KBM. Sisanya, harus diluar jam pelajaran. Sungguh, hal-hal seperti itu benar-benar melelahkan. Tapi dibalik itu semua, perlahan saya menyadari. Bahwa mungkin, lewat kerja keras itulah Allah meridhoi saya untuk berhasil dibeberapa lomba yang saya ikuti. Dan mungkin, Allah memberikan saya kegagalan untuk mengingatkan saya bahwa usaha, kerendahan hati, tawakal, dan tawadu saya masih jauh dari kata sempurna. Lewat berbagai kompetisi di masa SMA tersebut saya belajar. Bahwa kerja keras tidak pernah berkhianat. Bagaimanapun itu, Tuhan tidak akan menukar rezeki umat-Nya. Karena Dia-lah yang Maha Tinggi, yang Maha Bijaksana.
Perlahan lembaran akhir sudah terisi penuh. Ditutup dengan penerimaan rapor semester akhir. Saya mulai beranjak kepenghujung masa SMA yang membuat perjalanan pembelajaran saya kian lengkap. Disini, dimasa penghujung ini. Berbagai macam pembelajaran memaksa saya untuk memahami apa arti berhubungan dengan manusia lebih jauh dan apa arti berhubungan dengan Sang Pencipta secara lebih dekat.

“The most useful asset of person is not a head full of knowledge, but a heart full of love. Ears open to listen and hands willing to help.”-unknown.





Dua tahun bersama teman-teman saya di IPS 3 menyadarkan saya bahwa pemahaman saya akan sifat mereka belum sepenuhnya berhasil. Saya dihadapkan pada hal yang sejujurnya sangat saya benci, “kurang menghargai”. Sungguh, saya tidak habis fikir, sebenarnya memang mereka yang terlalu kurang menghargai atau saya yang memang terlalu sensitif. Mereka cenderung mementingkan kepentingan pribadi. Sangat sulit diajak berdiskusi hal diluar pelajaran. Sungguh, hal ini begitu membingungkan bagi saya.
Kebetulan kelas saya memiliki group kelas di WhatsApp. Kami sering chatting apabila tidak bisa bertemu langsung. Tapi yang membuat saya jengkel, mereka sering sekali mengabaikan pertanyaan-pertanyaan penting yang harusnya dijawab. Mereka seakan tidak menghargai orang bicara dan kalaupun saya mengingatkan bahwa hal itu bukanlah sesuatu yang seharusnya diabaikan, mereka sama sekali tidak merasa bersalah. Mereka bersikap seperti tidak terjadi apa-apa. Bahwa yang mereka lakukan hal yang biasa, bahwa saya yang terlalu berlebihan. Tapi sungguh, saya memang tidak suka dengan orang yang tidak bisa menghargai orang lain. Diawal, saya masih bisa beradaptasi dengan sikap kurang menghargai mereka pada hal-hal yang wajar. Namun jika hal itu sudah menyangkut kepentingan bersama, saya sangat tidak suka. Disini kesabaran saya benar-benar diuji. Saya sering sekali menahan emosi saya saat harus dihadapkan pada event-event sekolah yang mengharuskan berdiskusi bersama mereka. Sungguh, hal-hal seperti ini memang menguras kesabaran saya. Lewat hal ini saya belajar, bahwa dalam hidup, tidak bisa segala yang terjadi harus sesuai dengan apa yang kita harapkan. Bahwa orang lain tidak bisa dipaksa menjadi sama seperti kita, dan kita tidak bisa pula disamakan seperti mereka. ‘Saling memahami kekurangan’. Sungguh, inilah yang sedang saya pelajari saat ini.
“When you worry, pray about it. When you’ve prayed, don’t worry about it. It’s in Allah hands now.”-@Alhamdulillah
Siswa tingkat akhir. Julukan ini sangat erat kaitannya dengan perjuangan panjang dan tawakal total. Mimpi yang membuat saya lebih dekat dengan Dia. Perjuangan yang membuat saya memahami betapa indah mencintai-Nya. Sungguh, untuk sampai pada titik ini membutuhkan proses yang sangat panjang. Usaha saya melalui kelas X yang begitu berat, jatuh bangun saya mengikuti berbagai lomba di kelas XI, kalang kabut saya dalam mempelajari segala materi selama kelas XII. Tidak sampai disitu, Ujian Nasional di tahun 2014 yang saya harapkan berjalan dengan lancar, ternyata meleset jauh diluar dugaan. Banyak sekali hal yang terjadi diluar kendali saya, membuat saya menerka-nerka sebenarnya perjuangan seperti apalagi yang masih kurang saya lakukan. Begitu banyak waktu yang saya sisihkan untuk mencari ketenangan batin akibat ketakutan saya pada perjalanan panjang ini. Meskipun sampai detik ini saya belum mendapatkan jawaban atas segala usaha saya, perlahan saya menyadari, bahwa sesungguhnya obat kegelisahan, ketakutan, keraguan yang paling mujarab adalah dengan mencintai-Nya. Apapun hasil akhir perjalanan saya nanti, saya pasrahkan hanya kepada-Nya. Saya percaya, Dia maha melihat, maha mendengar, maha adil, maha bijaksana dan maha berkuasa. Apapun yang terjadi nanti, saya percaya itulah jalan yang terbaik untuk saya. Because I trust Him, I believe on Him.
“Let your heart tell Allah that you love Him and let your actions tell other that you love Allah.”-@Alhamdulillah.
Saya menyadari, bahwa saya bukanlah gadis muslimah yang sepenuhnya baik. Saya masih seorang gadis 18 tahun yang penuh kekurangan disana-sini. Tapi lewat perjalanan panjang ini, saya menemukan satu kesimpulan: Bahwa Ia memilihkan SMAN 3 Madiun untuk saya agar saya melalui perjalan yang luar biasa ini. Perjalanan ditengah kota baru, budaya baru, teman-teman baru, pengalaman baru, pribadi baru dan belajar mencintai-Nya dengan cara baru. Cara baru yang lebih baik dari sebelumnya.
Terimakasih telah memilihkan saya berjalan dijalan ini Ya Rabb..... 
Dan terimakasih untuk 1080 hari yang begitu mengagumkan SMAN 3 Madiun. Terimakasih untuk senantiasa berdiri kokoh meskipun terkadang saya ingin meruntuhkan sudut-sudut yang tak jarang membuat saya merasa seperti dipenjara. Terimakasih untuk selalu membuka lebar-lebar pintu gerbang yang bahkan terkadang tidak ingin saya lewati. Dan terimakasih untuk mengajarkan begitu banyak hal tanpa harus bergerak dan melakukan sesuatu.
Sungguh, suatu hari nanti. Pasti saya akan merindukan suasana ini. Suasana senang, sedih, marah, kecewa, benci, tertawa ataupun menangis. Dengan segala kurang lebih yang ada pada sosokmu, sungguh. Kau sekolah yang mengagumkan. Sekolah yang mengajarkan apa arti bekerja keras, apa arti ikhlas, apa arti bersabar, apa arti dewasa, apa arti beradaptasi, memahami dan menjadi pribadi yang lebih baik lagi dan lagi. Dengan segala rasa bangga dan kecewa, sungguh TERIMAKASIH, SMAN 3 MADIUN !!!!!!!!! LOVE YOU ! :)
 
 
 (Musa) menjawab, “Tuhan kami, Ia-lah yang memberikan segala sesuatu bentuk kejadiannya, dan kemudian membimbingnya” QS Thaahaa

Life isn't always lovely, but it's a beautiful ride

Hai, I know it's already 2018, but how your 2017?  What your best companion? Your best healer? This post probably gonna be s...